Review Buku Emotional Blackmail karya Zhou Mu-Zi
bektisiblogger – Mengapa kita tidak bisa menolak? Apakah hidupmu hanya untuk menyenangkan
orang lain?
“Kerjain ini segera ya! Aku tunggu malam ini harus selesai.”
“Kamu bisa ngertiin aku nggak?”
“Besok Minggu ke pantai yuk! Bisa yaa? Harus bisa dong ya?”
“Kamu harus dengerin apa kata orang tua!”
“Aku menyesal, ternyata kamu bukan tipe orang loyal.”
Teman-teman, pernahkah kalian mendengar ataupun mendapat
kalimat di atas? Jika iya, sebaiknya teman-teman membaca buku ini “Emotional
Blackmail” karya Zhou Mu-Zi. Jadi, buku ini berisi tentang apa sih?
Judul Buku: Emotional Blackmail
Karya: Zhou Mu-Zi
Penerbit: Penerbit Haru
Cetakan I, Desember 2021
Jumlah halaman: 194 hlm
ISBN: 978-623-7351-87-0
Buku Emotional Blackmail |
Sebelum masuk ke review buku, mari kita berbagi
pengalaman dulu. Teman-teman, pernah nggak sih merasakan kesulitan saat menolak
permintaan orang lain yang tidak sesuai dengan keinginan kita? Pernah nggak sih
teman-teman mencoba introspeksi diri “kok rasanya aku selalu memuaskan orang
lain ya?”
Hmm memang sulit sekali ya menolak permintaan orang lain. Apalagi
kalau sekali kita menolaknya, perasaan orang tersebut jadi buruk dan rasanya
kita harus bertanggung jawab dengan perasannya. Duh, pastinya bakal menjadi
beban untuk kita. Betul tidak?
Buku Emotional Blackmail karya Zhou Mu-Zi |
Kalau teman-teman sedang di masa-masa tersebut yang selalu memuaskan orang lain, mungkin kali ini saatnya perlahan-lahan harus mulai berubah. Memang, kamu berbuat baik dengan orang lain itu tidak salah kok. Namun, kamu juga perlu memikirkan dirimu sendiri juga. Apa tujuanmu berbuat baik? Apakah itu sesuai dengan keinginanmu? Kalau kita selalu berbuat baik dengan tidak terkontrol bahkan sampai tidak mempedulikan diri kita sendiri, bisa jadi kita merupakan korban dari PE (Pemerasan Emosional).
Bagian 1: Rupa Pemerasan Emosional |
Jadi PE merupakan sebuah bentuk
pemaksaan hubungan antarindividu yang kuat dan yang lemah serta biasanya
didasarkan akan rasa takut, bukan kasih sayang. Hubungan PE ini bisa terjadi
kepada siapa saja, misalnya antarteman, kekasih, atasan-bawahan, orang
tua-anak. Jadi individu yang kuat secara sadar atau tidak sadar akan meminta/menekan/mengancam/memakai
cara pemerasan kepada individu yang lemah untuk dapat memenuhi keinginannya.
Lantas bagaimana pelaku PE melakukan pemerasan kepada
korbannya? Dalam bukunya, Zhou Mu-Zi memaparkan enam karakteristik bentuk
pemerasan, yaitu permintaan (demand), perlawanan (resistance),
tekanan (pressure), ancaman (threat), kepatuhan (compliance),
dan pengulangan (repetition). Pelaku PE akan menggunakan
karakteristik tersebut sampai korban PE mau mematuhi keinginan pelaku hingga
membiarkan pelaku mengendalikan semua keputusannya dan korban kehilangan kebebasannya
sendiri.
Bagian 2: Meningkatkan Harga Diri Adalah Jimat untuk Terhindar dari Pemerasan Emosional |
Mengapa para korban dapat dengan mudahnya terpengaruh oleh
pelaku PE? Ada beberapa hal yang mempengaruhinya. Mulai dari individu tersebut
yang memang ingin menjadi orang baik, terbiasa meragukan diri sendiri, terlalu
peduli dengan perasaan orang lain, berharap mendapatkan pengakuan dari orang
lain, serta budaya akan menghormati otoritas.
Sesungguhnya hubungan seperti ini sangat tidak baik karena
hanya didasarkan akan rasa takut ataupun sungkan. Justru tidak ada rasa kasih
sayang antarsesama. Jika kita sebagai korban, tentu saja kita ingin melepaskan
hal itu semua. Zhou Mu-Zi memberikan tips dan triknya bagaimana kita bisa
perlahan-lahan untuk lepas dari perilaku PE, seperti berlatih mengutamakan
perasaan sendiri, belajar memahami diri sendiri, hingga membangun batasan
emosional.
Bagian 3: Bagaimana Cara Lolos dari Pemerasan Emosional? |
Ketika kita memahami atau mengutamakan perasaan sendiri, bukan berarti diri kita ini egois. Namun, jika kita memaksa orang lain untuk menyesuaikan diri dengan pemikiran dan permintaan kita, memuaskan keinginan kita bahkan tidak peduli jika melanggar batasan lawan, lalu merendahkan lawan demi mencapai tujuan, inilah yang dinamakan egois.
Buku ini bagus bangeeet. Membaca buku ini aku jadi teringat
akan orang-orang di sekitarku yang pernah melakukan suatu bentuk pemerasan
emosional kepadaku. Rasa sakit itu muncul sembari aku membaca buku ini. Namun,
Zhou Mu-Zi memberikan kiat-kiatnya agar aku mampu lebih mengutamakan perasaan
sendiri. Untukmu yang selama ini menjadi korban PE, sudah siapkah untuk berubah
dan menjadi diri yang baru?
"Aku selalu khawatir tidak dapat bertanggung jawab kepada orang lain, tapi apakah aku bertanggung jawab kepada diri sendiri?" (hlm. 138)
#bektisiblogger
#emotionalblackmail
#bookstagramindonesia
#goodreadsindonesia
Komentar
Posting Komentar